Pengunjung Website
Hari Ini: 30,173
Minggu Ini: 493,265
Bulan Ini: 1,045,479
|
Jumlah Pengunjung: 3,574,720

WARA TNI AU

WARA TNI Angkatan Udara

Letkol Kes Lita Kristiani, S.Pd

Kabagbinwara

Tanggal 27 Desember 1949 merupakan saat yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena setelah melalui perjuangan bersenjata yang berat Belanda mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan penyerahan wewenang, baik sipil maupun militer ke tangan Bangsa Indonesia sendiri. Dengan demikian tibalah saatnya bagi rakyat Indonesia untuk memasuki suatu tahap baru yaitu tahap konsolidasi dan pembinaan.

  • PERJUANGAN WANITA DALAM PERANG KEMERDEKAAN
  • WANITA TNI ANGKATAN UDARA PENERUS CITA-CITA KARTINI DAN TUNTUTAN MASA
  • PERKEMBANGAN ORGANISASI PEMBINAAN WARA
  • KAWAH CHANDRADIMUKA
  • KIPRAH WARA
  • MENUJU PROFESIONALISME
  • MENGUKIR PRESTASI
  • IBU WINAYADHATI KANYASENA
  • BUNGA RAMPAI
  • Mars Wara “Srikandi Udara”
  • Motto Wara

Latar Pembentukan WARA

KEHADIRAN WANITA TNI ANGKATAN UDARA
PENERUS CITA-CITA KARTINI DAN TUNTUTAN JAMAN

Pengakuan Kedaulatan

Tanggal 27 Desember 1949 merupakan saat yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena setelah melalui perjuangan bersenjata yang berat Belanda mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan penyerahan wewenang, baik sipil maupun militer ke tangan Bangsa Indonesia sendiri. Dengan demikian tibalah saatnya bagi rakyat Indonesia untuk memasuki suatu tahap baru yaitu tahap konsolidasi dan pembinaan.

Sesuai dengan tahap-tahap yang berlaku, maka TNI Angkatan Udara memulai menyusun kekuatan sayapnya setelah mengalami perang gerilya melawan Belanda dalam masa Perang Kemerdekaan II. Gerak usaha yang disemangati oleh pengabdian dan kesetiaan terhadap Negara Republik Indonesia telah mempercepat proses konsolidasi dan pembinaan TNI Angkatan Udara, sehingga ini berarti pula mempercepat pembangunan yang lebih luas dan sempurna. Hal ini dapat dibuktikan kemampuan bangsa Indonesia untuk melikuidasi Militaire Luchtvaart dalam waktu enam bulan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

Dengan kepindahan Markas AURI Sumatera ke Pangkalan udara Tabing (Padang), maka beberapa wanita yang ikut bergerilya selama Perang Kemerdekaan II tersebut ikut pindah pula ke Tabing. Mereka bertugas kembali sebagai staf tata usaha dan personalia, sedang Rifiana Arif bertugas di “tower”. Ia merupakan satu-satunya wanita Indonesia pada masa itu yang bekerja di bidang pengatur lalu lintas udara tanpa melalui pendidikan. Para penerbang asing menyebutnya sebagai “Miss Tower” yang senantiasa basah kuyup bila musim hujan tiba. Maklum tower tempo dulu. Dalam kesibukan mengatur lalu lintas penerbangan, Ia pun masih menyumbangkan tenaga sebagai guru SMP bagi anggota-anggota militer di Pangkalan Udaia Tabing.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasa para wanita yang telah berjuang semasa Perang Kemerdekaan II, maka mereka diberi kepangkatan militer yakni:

Seorang Sersan Mayor Udara, tiga orang Kopral Udara dan seorang Prajurit Udara Satu. Sedangkan Alida Alamsyah setelah bertugas mengatur kedatangan/keberangkatan para penumpang pesawat ke Medan dan Jakarta, maka sejak tahun 1950 ditugaskan di bidang staf admmistrasi Markas Besar Angkatan Udara di Jakarta.

Setelah situasi keamanan Negara Republik Indonesia berangsur-angsur pulih kembali, maka dalam rangka konsolidasi dan pembinaan personil lebih lanjut kepangkatan dan seragam yang telah mereka sandang selama ini terpaksa harus ditanggalkan demi penyesuaian dengan organsasi Markas Besar Angkatan Udara di Jakarta. Kemudian dalam melanjutkan karirnya di lingkungan Angkatan Udara, maka masih dipikirkan cara yang sebaik-baiknya suatu wadah penerusan para perintis wanita militer semasa Perang Kemerdekaan II di lingkungan Angkatan Udara. Sementara itu wanita-wanita pejuang tersebut berstatus sebagai karyawati sipil.

Latar Belakang Pembentukan Wara

Peran serta kaum wanita dalam perjuangan Bangsa Indonesia baik dibidang pertahanan maupun pendidikan, sejak dulu kala tidak dapat diabaikan begitu saja, terlebih-lebih pengorbanan jiwa dan raga yang tidak sedikit. Dengan didasari kesadaran sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 30 ayat I Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa tiap-tiap-Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, maka peran serta kaum wanita Indonesia dapat terbuktikan dalam sejarah perjuangan bersenjata Bangsa Indonesia sejak Perang Kemerdekaan sampai kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Dengan bertitik tolak dan fakta historis serta berlandaskan konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dan idiil Pancasila, maka pada tahun 1962 Deputy Menteri/Panglima Angkatan Udara Urusan Administrasi Laksamana Muda Udara Suharnoko Harbani mendapat tugas dan wewenang untuk membentuk Wanita Angkatan Udara (Wara). Dalam penugasan tersebut telah digariskan, bahwa Wara tersebut bukan merupakan suatu korps tersendiri sebagaimana Korps Wanita TNI-AD (Kowad) dan Korps Wanita TNI-AL (Kowal) yang sudah terbentuk lebih dulu. Keanggotaan Wara diintegrasikan kedalam korps/kecabangan yang berlaku di lingkungan Angkatan Udara sama dengan anggota militer pria lainnya.

Dalam rangka merealisasikan pembentukan Wara tersebut maka langkah kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Udara mengadakan telaahan staf yang meliputi empat bidang, yakni

1. Bidang Organisasi : Letkol Udara PNB S. Sudjatmiko.

2. Bidang Pendidikan : Letkol Udara PNB Tjok Saroso Hurip.

3. Bidang Anggaran : Letkol Udara PNB Bob Surasa putra.

4. Bidang Personalia: Letkol Udara PNB Sumitro

Sebagai tempat pendidikan Wara tersebut telah pula disepakati, yakni di lereng Gunung Pelawangan berdampingan dengan Gunung Merapi, Kaliurang, Yogyakarta. Pemilihan lokasi yang berhawa dingin ini merupakan tempat yang bersejarah. karena disinilah tempat berkumpulnya para Pemimpin Republik Indonesia mengadakan perundingan dengan perutusan Belanda di bawah pengawasan Komisi Tiga Negara (KTN) sebelum pecahnya Perang Kemerdekaan II.

BINWARA

PEMBINAAN WANITA ANGKATAN UDARA

Asisten Direktorat Wara

Dengan perkembangan keanggotaan Wara yang dalam penugasan diintegrasikan ke dalam jajaran TNI Angkatan Udara maka dipandang perlu adanya suatu wadah yang menangani masalah masalah yang berkaitan dengan bidang pembinaannya. Untuk itu berdasarkan Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Udara Nomor 63 Tahun 1964 tertanggal 1 Agustus 1964 diresmikan Asisten Direktorat Wara yang merupakan bagian dari Direktorat Personil.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri/Pauglima Angkatan Udara Nomor 142/Press Mus/1964 telah ditetapkan Kolonel PNB Sumitro sebagai Asdir Wara, sedangkan yang ditetapkan sebagai wakil Asdir Wara ialah Kapten PJ Dra Siti Atminah. Asdir Wara ini bertanggung jawab atas segala tugas dan kewajibannya kepada Direktur Personil yang meliputi :

  • Merencanakan kekuatan organik Wara dan pengerahannya.
  • Menetapkan rencana-rencana kerja dibidang pendidikan dan latihan Wara.
  • Merumuskan kebijaksanaan pembinaan Wara dan mengkoordinasikan pelaksanaan nya.
  • Mengadakan koordinasi seerat-eratnya dengan semua pejabat dalam hubungan perencanaan, penempatan, pengendalian dan penggunaan tenaga-tenaga Wara.

Berhubung Kapten PJ Dra. Siti Atminah berhenti dari dinas militer, maka tugas-tugas sebagai perwira pelaksana ditunjuk Lettu DK Suryanella. Sejak tahun 1966 pembinaan Wara selanjutnya ditangani Iangsung oleh Direktur Personil yang dibantu Letda ADM Yoyoh Kursiah sebagai perwira pelaksanaannya. Dalam perkembangan selanjutnya dirasakan perlu adanya suatu pedoman dalam rangka pembinaan Wara sehingga atas prakarsa Kapten DK Ir. Danny Astuti dibentuklah suatu Kelompok Kerja (Pokja) yang keanggotaannya terdiri dari para anggota Wara yang senior.

Kelompok Kerja yang mengadakan kegiatan di Kaliurang ini telah menghasilkan naskah yang berharga sebagai bahan pertimbangan Pimpinan TNI Angkatan Udara waktu itu. Sebagai realisasi yang nyata keluarlah surat Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 43 Tahun 1967 tentang Pembinaan Wara dan Nomor 58 Tahun 1967 tentang Peraturan Nikah, Talak dan Rujuk bagi anggota Wara. Kemudian Keputusan Men Pangau Nomor 58 Tahun 1967 tersebut dipakai sebagai salah satu Referensi dalam Instruksi Menhankam/Pangab Nomor lns/B/38/IX/ 1973 penyempurnaan Keputusan Menhankam/Pangab Nomor Kep/B/12/II1/1972 tanggal 10 Maret 1972 beserta ralatnya Nomor Kep/B/12a/III/1972 tanggal 6 Juli 1972 yang berlaku pada saat ini.

Biro Wara

Dengan perkembangan situasi dan organisasi TNI-AU maka para anggota Wara yang senior memandang perlu adanya suatu wadah yang menangani masalah-masalah anggota Wara dalam hal ini Mayor DK Dra. Erna Setiawati menyusun suatu naskah tentang Pembinaan Wara yang diajukan pada tahun 1969 dan 1971. Setelah naskah tersebut mendapat perhatian oleh Pimpinan TNI-AU, maka keluarlah Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor 48 Tahun 1971 yang berisi antara lain ditetapkannya organisasi dan tugas pembinaan Wara, dimana ditentukan adanya Staf Pembina Wara yang merupakan wadah untuk menampung masalah-masalah yang berhubungan dengan Wara.

Biro Wara merupakan salah satu biro dan Staf Perwira Pembantu bidang kebijaksanaan dan Perencanaan Personil (Pabanbirenpers) dalam wadah organisasi Asisten Personil Kasau. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Biro Wara dibantu oleh tiga orang perwira urusan yakni:

1. Perwira Urusan Penbinaan Personil (Paurbinpers)

2. Perwira Urusan Penelitian dan Pengembangan (Paurlitbang).

3. Perwira Urusan Khusus (Paurkhus)

Tanpa mengurangi peranan dan jasa para senior Wara lainnya, maka sebelum adanya Biro Wara tersebut masalah pembinaan Wara dilaksanakan oleh beberapa orang senior Wara antara lain Lettu ADM B. Sutanti. Setelah terbentuknya Biro Wara tersebut, maka untuk pertama kalinya Mayor DK Dra. Erna Setiawati ditetapkan sebagai Kepala Biro Wara. Dalam rangka peningkatan pembinaan anggota-anggota Wara terutama yang berkaitan dengan penggunaan dan penugasan secara tepat, tegas dan terarah, maka diadakanlah Rapat kerja yang keanggotaannya terdiri dari Wara yang senior dan Angkatan ke I sampai dengan IV.

Dengan bertitik tolak dari Keputusan Kasau Nomor 48 tahun 1971 dan berpedoman pada Keputusan Menhankam/Pangab Nomor A/39/XII/ 1972, maka Rapat Kerja tersebut telah menghasilkan sebuah naskah yang berjudul “Wara di dalam TNI Angkatan Udara”. Biro Wara mengusahakan agar Wara dapat bekerja secara efektif dan efisien secara penuh terintegrasikan dalam piramida tenaga kerja TNI Angkatan Udara. Semua kebijaksanaan mengenai anggota militer, secara langsung maupun tidak langsung, dapat diterapkan untuk anggota Wara dengan pengecualian seminim mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kewajiban Kepala Biro Wara antara lain sebagai berikut :

1. Menyarankan kepada Aspers Kasau mengenai kebijaksanaan pembinaan Wara.

2. Melaksanakan pembinaan semangat korps, mental dan kewanitaan, serta mengorganisasi pembinaan fisik Wara

3. Melaksanakan penelitian/pengolahan, perencanaan mengenai penempatan/ penugasan, pembinaan kepangkatan dan pemberhentian bagi anggota Wara.

4. Mengadakan koordinasi dengan jawatan/instansi lain dalam mengawasi dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas dimana Wara ikut ambil bagian.

5. Memberi nasehat, peringatan atau mengajukan usul tentang tindakan yang perlu diambil terhadap anggota Wara yang nyata terbukti melakukan perbuatan yang dipandang dapat merugikan nama baik Wara.

6. Berkewajiban memberikan ”personal guidance counseling” dengan menampung usul-usul, keluhan-keluhan, kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang lain yang dihadapi anggota Wara, baik yang berhubungan dengan kedinasan, dan memberikan saran atau bantuan untuk mengatasinya.

Ditiap Komando Daerah Udara (Kodau) pembinaan Wara dilaksanakan oleh Assisten Personil Kodau dengan dibantu seorang Perwira Wara di Kodau antara lain :

1. Meneruskan dn melaksanakan instruksi-instruksi dari Staf Pembina Wara di tingkat Mabes TNI –AU.

2. Melaporkan segala kegiatan pembinaan dan hasil pelaksanaannya kepada Staf Pembina Wara di tingkat Mabes TNI-AU.

3. Mengadakan kerja sama dan koordinasi staf sehubungan dengan kegiatan pembinaan dan bidang tugas Wara, baik dengan instansi militer maupun sipil setempat.

4. Melakukan kegiatan lainnya sesuai dengan petunjuk dari Staf Pembina Wara ditingkat Mabes TNI-AU.

Pembinaan Korps Wanita TNI

Didalam perkembangannya TNI memerlukan tenaga-tenaga wanita untuk ditugaskan dalam bidang dan lapangan penugas tertentu. Maka dibentuklah Kowad, Kowal, Wara dan Polwan. Hal ini seirama dengan gerak emansipasi wanitadan sesuai pula dengan UUD 45 pasal 30 ayat 1 tentang hak dan kewajiban tiap warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara.

Dengan adanya wanita ABRI tersebut, maka dirasakan perlunya peraturan-peraturan yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi wanita TNI. Keluarlah kemudian keputusan Menhankam/Pangab No. Kep/E/288/ 1968 tanggal 23 Juli 1968. Inti keputusan tersebut antara lain berisi tata cara penerimaan anggota militer wanita, peraturan ikatan dinas, pembinaan anggota wanita TNI dan lain-lainnya.

Peraturan tersebut berlaku untuk semua Wanita TNI, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku bagi Angkatan/Polri masing-masing.

Selanjutnya dalam rangka integrasi TNI sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia no 79 tahun 1969, maka dikeluarkanlah Keputusan Menhankam/Pangab no : Kep/A/39/ X1I/1972 tanggal 6 Desember 1972 tentang Pokok-pokok kebijaksanaan dalam pembinaan wanita ABRI yang berlaku pula untuk seluruh Wanita TNI.

Sebagai tindak lanjut penyempurnaan dan penyesuaian dengan keputusan Presiden RI no 7 tahun 1974 tentang Penyempurnaan Keputus. an Presiden RI no. 79 tahun 1969 dan agar Seirama dengan perkembangan organisasi, maka perlu ditentukan sebutan integratif bagi Kowad, Kowal, Wara dan Polwan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka dikeluarkan Skep Menhankam/ Pangab no : Skep/442/VI/1976 tanggal 20 April 1976 yang menetapkan nama Korps Wanita TNI (tanpa singkatan) sebagai sebutan integratif untuk Kowad, Kowal, wara dan Polwan.

Pengukuhan Ibu Winayadati Kanyasena

Wanita TNI Angkatan Udara meskipun sebagai militer namun adalah seorang wanita yang tunduk dan menjunjung tinggi adat tradisi nenek moyang kita yang terwujudkan dalam sikap dan perlaku ketimuran yang luhur. Selain itu Wara adalah juga seorang wanita yang secara kodrati dan alami memiliki sifat-sifat kewanitaan seperti wanita umum lainnya. Dalam memasuki usia yang kesembilan belas tahun Wara merasa memerlukan seorang Ibu sebagai pembimbing dan penuntun bagi Wara.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor : Skep/24/VI/1982 tanggal 12 Juni 1982 secara fungsional isteri Kasau dikukuhkan sebagai Ibu Winayadati Kanyasena, sedangkan bagi para isteri Panglima Komando Daerah Udara ditunjuk sebagai Ibu Winayadati Kanyasena di daerahnya masing-masing. Sebutan Winayadati Kanyasena adalah pembimbing/penuntun bagi tentara wanita dalam hal ini Wanita TNI Angkatan Udara (Wara).

Dulu, di awal pembentukannya 12 Agustus 1963, Wanita TNI Angkatan Udara (Wara) memang merupakan realisasi emansipasi wanita.   Mereka ingin sama seperti pria, termasuk menjadi anggota militer Angkatan Udara.   Kala itu, para sarjana, sarjana muda serta lulusan B-1 wanita, menembus kebiasaan dengan menjadi anggota TNI Angkatan Udara.   Kepercayaan pertama diberikan  kepada mereka adalah yang sesuai naluri dan kodrat kewanitaan, ditugasi bidang administrasi, guru bahasa, dokter dan satu dua di bidang hukum.

Setelah berjalan beberapa tahun, “tangan-tangan halus“ itu ternyata mampu menunjukan kemampuan yang lebih.   Tugas-tugas yang berkaitan dengan penerbangan mulai dimasuki.   Mereka ikut mengatur penerbangan melalui menara pengawas lalu lintas udara (tower).   Sejak saat itu Wara terus berkembang, tidak canggung lagi melakukan tugas yang biasanya dilakukan oleh tentara pria.

Tahun 1982, keadaan sudah sangat  berbeda.   Wara bukan hanya sebagai pengatur penerbangan, tetapi lebih dari itu mereka bahkan menjadi orang yang mendengarkan suara-suara petugas tower dari  kokpit pesawat udara, sebagai penerbang.   Mulanya dua orang saja yang mengawali pegang kemudi pesawat terbang, Hermuntarsih dan Sulastri Baso.   Setelah terbukti kemampuannya, jumlah dua orang itu ditambah lima lagi, Inana, Veronika, Ratih, Sumartini dan endrika.

Tugas menerbangkan pesawat militer membuktikan bahwa Wara tidak kalah berani dari militer pria. Diberinya tugas-tugas lain yang lebih menakutkan.   Kali ini melompat dari pesawat terbang, sebagai peterjun bebas (free fall).   Ternyata prestasi Wara di penerjunan pun menakjubkan.   Tim terjun payung Wara yang diberi nama oleh masyarakat sebagai Pink Force, berhasil memecahkan rekor penerjunan beregu maupun perorangan dalam arena Pekan Olahraga Nasional (PON).   Kejuaraan tingkat dunia terjun payung pun pernah diikuti peterjun-peterjun Wara, satu diantaranya adalah Kejuaraan Dunia untuk ketepatan mendarat, di Senayan, 1991.

Di cabang olahraga udara terbang layang, mereka pun berkiprah.   Dalam PON XV di Jawa Timur, Juni tahun 2.000, penerbang-penerbang layang Wara ikut ambil bagian dan bahkan menjadi juara. Medali-medali emas, perak dan perunggu berhasil disumbangkan atlit-atlit Wara melalui cabang terbang layang dalam PON-PON sebelumnya, merupakan bukti bahwa mereka memang patut disegani.

Di tahun 1977, Wara mengukir sejarahnya dengan tambahan prestasi.  Kalau sebelum ini angkernya petugas Provost TNI AU, penjaga gerbang-gerbang pangkalan udara, hanya didapati polisi militer yang berkumis, maka kini bisa ditemui Provost TNI AU yang memakai rok.   Meskipun mereka wanita, namun seragam polisi militernya tetap mencerminkan tingkat disiplin yang tinggi.

Sisi lain kemampuan Wara sebagai militer wanita, adalah di bidang perbaikan pesawat terbang.   Wanita yang berseragam biru muda biru tua itu memasuki skadron-skadron tehnik untuk melakukan tugas-tugas perbaikan pesawat terbang, di mana sebelumnya hanya dilakukan oleh tehnisi pria.   Berbaju werkpack dan bergelut dengan oli, memang tidak banyak orang berminat ke sana, tetapi Wara ada di sana.

Tehnisi Pesawat Terbang.

Tujuh penerbang Wara, rata-rata sudah 18 tahun menggeluti penerbangan.   Dari dua kali pendidikan penerbang militer wanita, dua orang yang senior, Sulastri Baso dan Hermuntarsih, sudah mencapai pangkat Letnan Kolonel Panerbang.  Lima yang lain, umumnya berpangkat Kapten Penerbang kecuali yang mengundurkan diri lebih awal dari Wara, Sumartini dan Hendrika Aries.   Namun demikian, kedua wanita itu pun masih menggeluti penerbangan di luar TNI AU sebagai pilot sipil, seperti halnya Sumartini yang menerbangkan Pesawat Angkut Transall, buatan Perancis,  milik PT. Manunggal Air.

Sementara yang tetap di TNI AU, semua sudah memasuki staf baik di Markas Besar maupun di markas-markas satuan daerah.   Kapten Penerbang Inana Musailimah misalnya, orang yang berhasil menyandang captain pilot pada Pesawat Casa 212, kini ditugaskan di staf pengasuh pada Akademi TNI Angkatan Udara (AAU), Yogyakarta, yang menurut rencana tahun depan akan menerima taruna wanita.

Berbeda dengan para penerbang yang sudah pindah tugas ke dalam gedung, maka untuk polisi militer (provost) yang jumlahnya 20 orang, sepenuhnya di lapangan.   Wanita umumnya takut panas, namun tidak demikian bagi provost-provost wanita itu.   Dengan tutup kepala baret biru, mengenakan sabuk kopelriem putih, pistol dan terkadang memakai sepatu lars, mereka mengatur dan menjaga keamanan di pangkalan-pangkalan udara.   Tidak canggung lagi, karena mereka menyadari benar akan tugasnya.   Tugas bidang        kepolisian seperti yang dilakukan Sersan Adveni dan Sersan Rina Dwi Rejeki itu sudah menjadi pilihannya dan mereka bangga melakukannya.

Juga para tehnisi wanita,  mereka pun sudah terbiasa harus bertangan hitam dan berbaju kotor.  Tidak mengeluh mereka melakukan tugas perbaikan pesawat tempur, angkut maupun helikopter, karena pekerjaan itu mereka senangi.   Sersan Avridayanti, Sersan Dian Melani atau Sersan Iin Herawati, tiga dari 11 wanita-wanita tehnisi itu, hampir setiap hari berada di “kolong“ Pesawat Fokker F-27 Troopship atau Helikopter S-58T Sikorsky Twinpac.   Mereka menyatakan bangga, karena hanya merekalah wanita-wanita yang bisa melakukan tugas memperbaiki pesawat terbang.

Olahraga Dirgantara.

Prestasi Wara di bidang olahraga dirgantara pun membanggakan.  Tidak semua cabang olahraga udara ikut serta dalam PON.   Hanya empat cabang.  Justru keikutsertaan cabang terjun payung dan terbang layang dalam PON XV di Jawa Timur, menguntungkan para atlit peterjun dan penerbang layang Wara.  Pada PON XIV lalu misalnya, medali emas dan perak berhasil dimiliki Sersan Dewi Saryaningsih dan Sersan Retno Supriyantari yang telah menjadi yang terbaik masing-masing dari cabang terbang layang dan terjun payung untuk peserta wanita.   Sebelumnya, pada kejuaraan dunia terjun payung untuk ketepatan mendarat di Senayan, tim Pink Force yang terdiri Sersan Endang Dwi Sulistyani, Sersan Ni Putu Mardiyani, Sersan Ike Pujiati dan Sersan Retno Supriyantari, yang merupakan tim Wanita TNI AU berhasil memikat dan menjadi favorit yang selalu menghiasi halaman surat kabar kala itu. Mereka memang wanita-wanita jago.