TNI AU. Silas Papare adalah sosok pejuang dalam menyatukan Irian Jaya (saat ini Papua) ke dalam wilayah Indonesia.
Silas Papare lahir di Kampung Ariepi (Serui) Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, 18 Desember 1918. Dan merupakan anak dari pasangan suami istri Musa Papare dan Dorkas Mangge denganj nama lengkapnya Silas Ayari Donrai Papare.
Pada umur 9 Tahun, Silas Papare memulai Pendidikan dasarnya di Serui Sekolah Dasar (Volkschool) dan tamat ditahun 1930 dengan lama Pendidikan dasar selama 3 tahun. Selanjutnya Silas Papare menempuh pendidikan di Sekolah Juru Rawat hingga tamat pada tahun 1935 dan bekerja sebagai pegawai pemerintah Belanda.
Meski selama menjadi juru rawat, Silas Papare tidak didukung dengan pendidikan militer secara khusus, tetapi berkat penguasaan medan yang bagus telah dipercaya Belanda sebagai tenaga inteljen. Banyak prestasi yang diraih Silas Papare selama bekerja sebagai inteljen Belanda. Pada masa pendudukan Sekutu dan Belanda sesudah Perang Dunia ke II, Silas Papare diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan Persteklas. Sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya dan digantikan oleh Belanda, Silas Papare tidak lagi menjadi tentara dan kembali sebagai tenaga medis. Akhir tahun 1945, Silas Papare diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit Zending di Serui.
Mendengar Indonesia telah merdeka, Silas Papare segera keluar dari pekerjaannya dan mengadakan perlawanan kepada Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Kegigihannya dalam berjuang untuk kemerdekaan Papua membuatnya sering berurusan dengan aparat keamanan Belanda. Usahanya untuk mempengaruhi Batalyon Papua untuk memberontak pada akhirnya membuat ia harus masuk penjara di Jayapura.
Saat menjalani masa tahanan di Serui, Silas berkenalan dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur sulawesi yang diasingkan oleh Belanda di tempat tersebut. Perkenalannya dengan Sam Ratulangi membuat semakin yakin bahwa Papua harus bebas dan bergabung dengan Republik Indonesia. Hal tersebut membuat ia akhirnya mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) yang didirikan di Serui pada tanggal 29 November 1946 dan diketuai oleh Silas Papare.
Pada bulan Oktober 1949, ia mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta dalam rangka membantu pemerintah Republik Indonesia untuk memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI.
Dengan adanya Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) ternyata mempunyai pengaruh yang besar dan meluas di seluruh daerah lrian Barat, terbukti dengan adanya pembukaan cabang PKll di Biak, Manokwari dan Sorong. Untuk mencapai tujuannya. PKII berjuang dalam berbagai bidang antara lain bidang politik dan bidang ekonomi. Di samping itu persatuan antara para pejuang dan rakyat setempat diwujudkan pula dengan menggunakan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
Propaganda-propaganda terus dilancarkan ke seluruh Serui.
Pada tanggal 16 Maret 1945 Silas Papare dengan Partai Kcmerdekaan Indonesia Irian mengajukan Mosi kepada Pcmerintah Republik Indonesia, Parlemen Negara Indonesia Timur, dan Pemcrintah Belanda serta Komisi Tingkat Negara. Mosi itu berbunyi:
1. Menuntut kepada Pemerintah Hindia Bclanda, mengakui Mosi Parlemen Negara Indonesia Timur dan dengan secepat-cepatnya Daerah Irian Barat dijadikan bagian Negara Indonesia Timur.
2. Menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia mendesak kepada Komisi Tiga Negara supaya daerah ini tidak dijadikan Daerah lstimewa.
3. Menuntut Komisi Tiga Negara supaya keinginan rakyat dari daerah ini untuk menentukan nasibnya tidak dihalangi.
Setelah mengikuti Perundingan Konferensi Meja Bundar, Silas Papare tidak puas dengan hasil yang ditetapkan dalam perundingan tersebut. Yang membuat Silas Kembali berusaha keras untuk dapat menyuarakan keinginan rakyat Irian barat bergabung dala, kesatuan negara Republik Indonesia. Dan pada akhirnya pada 15 Agustus 1962 berlangsung perundingan dibawah bimbingan Sekjen PBB U Thant dan Duta Besar Ellsworth Bunker dengan menawarkan konsep yang dikenal sebagai draft dari Persetujuan New York (New York Agreement), yang didalamnya berisikan persetujuan pihak Belanda melepaskan Irian Barat dan menyerahkan kekuasaan penuh kepada Pemerintah Republik Indonesia.